Senin, 11 November 2013

Laporan ekstraksi lemak kasar menggunakan soxhlet extractor

EKSTRAKSI LEMAK KASAR MENGGUNAKAN SOXHLET EXTRACTOR
08 Februari 2013

  1. Tujuan
1.       Siswa dapat mengetahui metode menentukan kadar lemak
2.     Siswa dapat mengetahui cara menentukan kadar lemak secara ekstraksi

  1. Dasar Teori
Metode Soxhlet termasuk jenis ekstraksi menggunakan pelarut semikontinu. Ekstraksi dengan pelarut semikontinu memenuhi ruang ekstraksi selama 5 sampai dengan 10 menit dan secara menyeluruh memenuhi sampel kemudian kembali ke tabung pendidihan. Kandungan lemak diukur melalui berat yang hilang dari contoh atau berat lemak yang dipindahkan. Metode ini menggunakan efek perendaman contoh dan tidak menyebabkan penyaluran. Walaupun begiru, metode ini memerlukan waktu yang lebih lama daripada metode kontinu (Nielsen 1998).
Prinsip Soxhlet ialah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya sehingga terjadi ekstraksi kontiyu dengan jumlah pelarut konstan dengan adanya pendingin balik. Soxhlet terdiri dari pengaduk atau granul anti-bumping, still pot (wadah penyuling, bypass sidearm, thimble selulosa, extraction liquid, syphon arm inlet, syphon arm outlet, expansion adapter, condenser (pendingin), cooling water in, dan cooling water out (Darmasih 1997).
Langkah-langkah dalam metode Soxhlet adalah : menimbang tabung pendidihan ; menuangkan eter anhydrous dalam tabung pendidihan, susun tabung pendidihan, tabung Soxhlet, dan kondensator ; ekstraksi dalam Soxhlet ; mengeringkan tabung pendidihan yang berisi lemak yang terekstraksi pada oven 1000C selama 30 menit ; didinginkan dalam desikator lalu ditimbang (Nielsen 1998).
Sampel yang sudah dihaluskan, ditimbang 5 sampai dengan 10 gram dan kemudian dibungkus atau ditempatkan dalam “Thimble” (selongsong tempat sampel) , di atas sampel ditutup dengan kapas. Pelarut yang digunakan adalah petroleum spiritus dengan titik didih 60 sampai dengan 80°C. Selanjutnya, labu kosong diisi butir batu didih. Fungsi batu didih ialah untuk meratakan panas. Setelah dikeringkan dan didinginkan, labu diisi dengan petroleum spiritus 60 – 80°C sebanyak 175 ml. Digunakan petroleum spiritus karena kelarutan lemak pada pelarut organik. Thimble yang sudah terisi sampel dimasukan ke dalam Soxhlet. Soxhlet disambungkan dengan labu dan ditempatkan pada alat pemanas listrik serta kondensor . Alat pendingin disambungkan dengan Soxhlet. Air untuk pendingin dijalankan dan alat ekstraksi lemak kemudian mulai dipanaskan (Darmasih 1997).
Ketika pelarut dididihkan, uapnya naik melewati Soxhlet menuju ke pipa pendingin. Air dingin yang dialirkan melewati bagian luar kondensor mengembunkan uap pelarut sehingga kembali ke fase cair, kemudian menetes ke thimble. Pelarut melarutkan lemak dalam thimble, larutan sari ini terkumpul dalam thimble dan bila volumenya telah mencukupi, sari akan dialirkan lewat sifon menuju  labu. Proses dari pengembunan hingga pengaliran disebut sebagai refluks. Proses ekstraksi lemak kasar dilakukan selama 6 jam. Setelah proses ekstraksi selesai, pelarut dan lemak dipisahkan melalui proses penyulingan dan dikeringkan (Darmasih 1997).

Faktor yang Memengaruhi Kadar Lemak
Faktor-faktor yang memengaruhi laju ekstraksi adalah tipe persiapan sampel, waktu ekstraksi, kuantitas pelarut, suhu pelarut, dan tipe pelarut. Dibandingkan dengan cara maserasi, ekstraksi dengan Soxhlet memberikan hasil ekstrak yang lebih tinggi karena pada cara ini digunakan pemanasan yang diduga memperbaiki kelarutan ekstrak. Makin polar pelarut, bahan terekstrak yang dihasilkan tidak berbeda untuk kedua macam cara ekstraksi. Fenolat total yang tertinggi didapatkan pada proses ekstraksi menggunakan pelarut etil asetat. Sifat antibakteri tertinggi terjadi pada ekstrak yang diperoleh dari ekstraksi menggunakan pelarut etil asetat untuk ketiga macam bakteri uji Gram-positif. Semua ekstrak tidak menunjukkan daya hambat yang berarti pada semua bakteri uji Gram-negatif (Lucas dan David 1949).

Pelarut n-Heksana
n-Heksana adalah bahan kimia yang terbuat dari minyak mentah. Normal heksana tidak berwarna dan memiliki bau yang tajam. Bahan ini mudah terbakar dan uapnya bersifat eksplosif. Kebanyakan heksana digunakan pada industri sebagai pelarut. Pelarut yang menggunakan n-heksana bisanya digunakan untuk mengestrak minyak sayuran dari hasil pertanian, seperti kedelai. Pelarut ini juga digunakan sebagai agen pembersih pada percetakan, tekstil, furniture, dan industri pembuatan sepatu. Heksana larut hanya pada air. Kebanyakan  n-heksana yang tumpah di air akan mengapung ke permukaan dimana heksana akan menguap ke udara (U.S. Department of Health and Human Services 1999).















  1. Alat dan Bahan
Alat:
·      Corong pisah
·      Gelas kimia
·      Labu dasar bulat
·      Labu Erlenmeyer 250 ml
·      Lumpang dan alu
·      Neraca analitik
·      Oven
·      Pendingin balik / kondensor
·      Pemanas listrik
·      Spatula
·      Statif dan klem
·      Termometer
·      Kapas dan benang bebas lemak
·      Kertas saring whatman no. 4
Bahan:
·        N-heksane
·        Sampel


D.   Prosedur dan Pengamatan
Cara Kerja
Pengamatan
Mekanisme analisis lemak cara soxhlet:
1. Sampel dihaluskan, ditimbang 5-10 gram, dibungkus dalam thimble dan ditutup masing-masing ujung dengan kapas. Diikat dengan tali.

Sampel : kemiri
Sifat fisik sampel : padatan, keras, berwarna agak kuning. Sampel ditumbuk (dihaluskan).
Sampel
I
Gram
5,0600 g
2. Labu kosong diisi batu didih (untuk meratakan panas). Dikeringkan dan didinginkan, diisi dengan pelarut sebanyak 175 ml.
N-heksana : larutan, tidak berwarna
Penimbangan labu kosong
176,6823 gram
3. Thimble berisi sampel dimasukkan kedalam soxhlet, disambungkan dengan labu. Ditempatkan pada alat pemanas listrik dan kondensor. Alat pendingin disambungkan dengan soxhlet dan ekstraksi dipanaskan.
N-heksana : larutan, tidak berwarna
N-heksana dimasukkan kedalam soxhlet sampai larutan turun ke labu.
Volume pemakaian N-heksana : + 200 ml

4. Sampel direflux. Proses ekstraksi lemak kasar dilakukan selama 4 jam.
Waktu ekstraksi : 4 jam
Volume N-heksana diperhatikan agar ekstraksi dapat terus berjalan.
5. Setelah proses ekstraksi selesai, pelarut dan lemak dipisahkan melalui proses pengulingan, kemudian dikeringkan.
Hasil ekstraksi :
Larutan dalam labu berwarna kuning à minyak/lemak
N-heksana : larutan, tidak berwarna

Hasil destilasi :
Destilat (N-heksana) : larutan, tidak berwarna
Larutan dalam labu berwarna kuning, didestilasi sampai hamper kisat/ sampai tidak ada tetesan pada penampung destilat. Kemudian didinginkan.
6. Ditimbang, catat beratnya.
Dihitung berat kadar lemak dan minyak dalam sampel.
Penimbangan labu + minyak/lemak
178,6604 gram
Mekanisme analisis lemak cara ekstraksi sederhana:
1. Sampel ditimbang sebanyak 5 g

Sampel : susu sari kacang ijo
Sampel : cair, coklat
Berat sampel = 5,0974g
Berat gelas kimia kosong = 32,9555g
2. Tambahkan pelarut kloroform-methanol (1:1) sebanyak 20 mL

3. Didiamkan beberapa menit, disaring, dan ditampung filtratnya

4. Filtrat dicuci oleh 20 mL aquadest

5. Digojog dan didiamkan sampai terpisah 2 bagian
Cairan coklat berada dibawahnya
6. Dibuang cairan atasnya, dicuci sebanyak 3 kali dengan aquadest

7. Tambahkan sedikit methanol dan kloroform untuk menghomogenkan ( lakukan dalam lemari asam)

8. Larutan yang diperoleh dikeringkan hingga lemak / minyak saja yang didapat
Berat gelas kimia+lemak = 32,9760g



E.     Perhitungan
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan, didapatkan data dan hasil sebagai berikut :
Penimbangan labu kosong :
Labu kosong
I
Gram
176,6823 g

Penimbangan sampel :
Sampel
I
Kemiri
5,0600 g
Penimbangan labu + minyak/lemak hasil ekstraksi :
Labu + minyak/lemak
I
Gram
178,6604 g
Berat minyak yang terkandung dalam sampel :
= 178,6604-176,6823 = 1,9781
·        Kadar minyak yang terkandung dalam sampel :
  x 100%
=  x 100%
= 39,09 %
·        Kadar minyak dalam sampel susu sari kacang ijo dengan cara ekstraksi sederhana :
(32,9760-32,9555) x 100%  = 0,40%
        5,0974


F.     Pembahasan

·        Pelarut yang digunakan adalah n-heksana dengan titik didih 60-80°C. N-heksana digunakan karena lemak larut dalam pelarut organik.
·        Ketika pelarut dididihkan, uapnya naik melewati soxhlet menuju ke pipa pendingin. Air dingin yang dialirkan melewati bagian luar kondensor mengembunkan uap pelarut sehingga kembali ke fase cair, kemudian menetes ke thimble. Prinsip ini merupakan prinsip kondensasi. Pelarut melarutkan lemak dalam thimble, larutan sari ini terkumpul dalam thimble dan bila volumenya telah mencukupi, sari akan dialirkan lewat sifon menuju labu.
·        Proses dari pengembunan hingga pengaliran disebut sebagai refluks. Proses ekstraksi lemak kasar dilakukan selama 4 jam. Setelah proses ekstraksi selesai, pelarut dan lemak dipisahkan melalui proses penyulingan dan dikeringkan (Darmasih, 1997).
·        Labu lemak yang akan digunakan, sebelumnya harus di oven terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan kadar air atau lemak yang menempel pada labu. Setelah di oven, labu lemak disimpan didalam desikator yang berisi silika gel. Silika gel berfungsi sebagai penyerap air dan menyeimbangkan suhu labu lemak agar dingin ketika penimbangan.
·        Setelah proses soxhletasi selesai, maka labu lemak seharusnya dikeringkan didalam oven 105oC selama 30 menit hingga aroma heksana tidak tercium. Namun proses ini tidak dilakukan sehingga setelah proses penyulingan, sampel didinginkan dan disimpan didalam lemari asam untuk menghilangkan aroma heksana kemudian ditimbang berat lemak kasar dan dihitung kadarnya.




G.   Kesimpulan
Lemak dan minyak merupakan salah satu kelompok yang termasuk golongan lipida. Satu sifat khas dan mencirikan golongan lipida (termasuk minyak dan lemak) adalah daya larutnya dalam pelarut organic (misalnya ether, benzene, chloroform) atau sebaliknya ketidak-larutannya dalam pelarut air.
Hasil ekstraksi dari soxhlet ekstraktor ini disebut juga lemak kasar karena didalamnya selain lemak juga terdapat fosfolipida, sterol, asam lemak bebas, karotenoid, dan pigmen lain yang ikut. Dari hasil praktikum, didapatkan hasil kadar minyak/lemak kasar yang terdapat dalam sampel kemiri adalah sebesar 39,09%. Dan dari hasil ekstraksi sederhana terhadap susu sari kacang ijo memiliki kadar minyak/lemak sebesar 0,40%.


















Daftar Pustaka






Dongeng Jurig


Category: Bobodoran Sunda

POÉ geus reup-reupan. Reketek Mang Linta mageuhan beulitan sarung dina cangkéngna. Awakna ngan dibungkus kaos oblong doang. Ka handapna calana komprang. Manéhna geus siap-siap rék muru ranggon pangancoanana di tengah kali. Sanggeus sagalana bérés mah léos mangkat bari ngajingjing korang.

Cai laut anu mimiti pasang mimiti ngarayap ka girang. Di beulah kulon layung kari sadalis. Geuleuyeung, Mang Linta nyorongkeun sampanna ka tengah kali, diwelah lalaunan. Teu lila ge nepi ka handapeun ranggon.
Sabot nalikeun sampanna kana tihang ranggon parantina, layung tilem dina poékna peuting.

Barang nyedek ka isa, poék mani meredong. Pantes bé da bulan kolot, manjing ka lilikuran. Jaba geus ti beurang kénéh teduh angkleung-angkleungan, kos geus deukeut ka usum hujan.

Di saung ranggonna, di tengah kali, Mang Linta nganco dicaangan ku lampu gantung nu caangna mérékététét. Pikirna, sugan peuting ieu mah loba hurang nu kabawa palid ku cai pasang. Bari memener tali ancoanana,
pangangguran manehna nelek-nelek ranggon-ranggon nu séjén. Katoong paroék. Aya gé ka beulah girangna, célak-célak. Ka marana nu ngaranco téh? Gerentes Mang Linta.

Geus tilu kali ngangkat, encan baé nyugemakeun haténa. Kalah hayoh wé boboso nu kasair ku ancona téh. Geus lima. Rada beulah kénca – okosna mah rada beulah sisi –kadéngé ku Mang Linta kos aya nu keur ngajala.
Manéhna ngintip tina sela-sela hateup ranggon. Enya bé, aya sampan nu keur ngajala, dicaangan ku lampu cempor nu dibawana. Ngan teuing saha-sahana mah, da ku Mang Linta jelemana ngan katempo belegbegna. Tetempoan Mang Linta mah aya duaan, kos awéwé jeung lalaki. Lalakina nu nébar-nébarkeun jalana, awéwéna mupulan beubeunanganana. Biasana mah nu sok duaan ngajala jeung pamajikanana mah Si Jaé. Kitu sangkaan Mang Linta téh.

Diitung-itung, sakitu geus sababaraha kali ngangkat, can aya nu mucekil baé. Bisa diitung ku ramo angkatan nu ayaan mah. Lolobana mah ngeplos deui ngeplos deui. Caina geus tiis deui kitu? Gerentes Mang Linta. Tapi
barang tungkul ka handap, kaciri kénéh nyéotna cai pasang téh ka girangkeun. Boborélakan. Ceuk itungan mah, tangéh kénéh kana surut. Didédéngékeun deuih ku Mang Linta téh, sugan aya kécépét-kécépét tenggak hurang. Bet euweuh pisan. Nu loba kadéngé mah kalah ka tenggak lauk, mani kukucibekan di ditu di dieu. Kos lauk galedé deuih tina sora tenggakna mah. Piuntungeun nu ngajala.

Mang Linta tungtungna mah lelenggutan, kateluh ku tunduh. Awakna ngajoprak, ngaréngkol dina palupuh ranggon. Tadi téh kuduna mah manéhna hanjat, tapi kapaksa nagen-nagenkeun manéh. Ari rék balik, korang pan kosong kénéh. Ceuk pikirna, boro-boro bisa setor keur urang dapur, keur ududna sorangan gé can tangtu mahi. Sugan rada peuting turunna hurang téh. Nu matak tuluy ku manéhna ditungguan, ngahagalkeun balik rada telat.

Di ranggon ancoan nu di girang téa, anu lampuna célak-célak, ayeuna mah geus pareum, tandaning geus euweuh nu nungguan. Boa kari manéhna anu masih nagen téh. Tungtungna mah Mang Linta kateluh ku tunduh. Ari hurang ager bé euweuhan.

Hiji mangsa Mang Linta ngulisik, kagandéngan ku sora kukucuprakan gigireun ranggonna. Manéhna gigisik. Lol ka luar, béntang timur geus lingsir ngétan. Piraku Si Jaé can hanjat mah, sakieu wayah geus deukeut ka janari leutik?
Rét ka lampu gantung, geus pareum. Ku angin okosna mah. Ancoanana ngeueum kénéh, teu kaangkat-angkat da kasaréan.

Manéhna memener sila bari ngaringkebkeun deui sarungna kana awak, nutupan hawa tiris nu nyelesep. Lol deui, nolokeun sirahna tina lawang ranggon, hayang sidik ka sora nu kukucuprakan. Enya bé aya parahu, teu jauh ti ranggon ranggonna. Barang manéhna rék nyorowok, rék nanya saha-sahana nu di parahu, ari gujubar téh, sora aya barang beurat nu dijubarkeun ka cai. Mang Linta kerung, tuluy nyidik-nyidik deui. Ditenget-tenget téh, belegbeg parahu teu robah-robah ayeuna mah, kos nu dijangkarkeun. Rét manéhna ka handap, cai geus nyéot palid ka hilir. Ari parahu angger nagen, padahal diwelah gé henteu. Teu katempo aya gantar deuih. Okosna mah tadi nu ngagujubar téh enya sora jangkar nu dialungkeun ka kali.

Beuki heran baé Mang Linta téh. Sisinarieun aya nu paparahuan peuting-peuting bari jajangkaran sagala. Ilok nu rek ngajala atawa mancing mah? Sakieu wayah geus liwat tengah peuting. Kitu gerentes Mang Linta.
Sajongjongan mah, hayoh baé manéhna nelek-nelek parahu. Sugan enya nu rék ngajala. Jeung mun enya jelemana wawuh, rék digeroan.

Tapi ditutungguan téh, ti lebah parahu teu kadéngé sora-sora ranté jala. Boa nu mancing. Ah, enya meureun nu mancing, da katempo tina belegbegna mah kalah ka dariuk. Tapi teu lumrah deuih wayah kieu aya nu
mancing, komo di tengah mah, gerentesna deui. Biasana gé malem Minggu loba nu mancing mah. Kitu gé naragogna téh di sisi kali bae, atawa dina parahu nu dicangcangkeun di sisi muara. Langka anu ngahaja ka girang mah. Pan ayeuna mah karak malem ..... Mang Linta nginget-nginget poé. Juma’ah ayeuna téh. Enya Juma’ah. Aéh, naha aing poho-poho teuing, gerentes Mang Linta kos nu reuwas. Paingan batur-batur aing teu ngaranco, da malem Juma’ah, gerentesna deui. Tapi leuwih ngarénjag Mang Linta téh, barang ti lebah parahu nu buang jangkar téa, kadéngé sora awéwé nyikikik.

Aya kana saparapat jamna Mang Linta samar polah di jero ranggonna. Rék ngangkat ancoan, bébérés terus hanjat, sieun ngagareuwahkeun anu keur otél dina parahu. Hanjakal teu hanjat ti tatadi. Mun ti tatadi mah, waktu nu dina parahu karak jol ka dinya, moal éra atawa sieun kos ayeuna meureun mun rék hanjat téh. Ayeuna mah, sasat manéhna geus nyaksian jeung nyaho sagala rupana nu dipilampah ku awéwé jeung lalaki nu otél dina parahu téa. Atuh ari rék kaluar ti ranggon téh ayeuna mah jadi serba salah. Leuheung lamun ituna teu nanaon ka manéhna. Kumaha lamun malik nuding ngintip ka manéhna. Eta deuih, bet kabina-bina teuing nu di parahu téh, kos teu boga curiga nanaon. Parangsana aman bé meureun, da aya di tengah-tengah kali.

Tungtungna mah Mang Linta kalah ka ngahéphép baé di ranggon. Rék ngangkat ancoan gé teu wanieun, da ngeueum ti saméméh kapulesan. Panonna rét deui rét deui ka lebah parahu. Najan enya ukur reyem-reyem,
tapi tina sora jeung robah-robahna nu ngabelegbeg mah, kaciri pisan, keur naon nu di parahu téh.
Wayah beuki nyedek ka janari. Hawa beuki nyecep kana kulit.

Tungtungna mah Mang Linta ngarasa kaluman. Cindeten baé téh matak ngeselkeun baé haténa. Pitunduheun gé ngadadak musna. Antukna manéhna mikir, rék néangan jalan sangkan aya alesan bisa ninggalkeun ranggon. Rét kana ancoan anu masih kénéh ngeueum. Rét deui kana parahu nu buang jangkar. Sora-sora nu matak géték kana ceulina, terus baé kadéngé. Mun aing téh bisa ngaleungit, gerentesna.

Ah, rék lah-lahan baé, gerentesna deui. Ceg kana gagang ancoan. Saméméh ancoan diangkat, manéhna narik napas heula, kos keur ngawahan. Bari ngarérét ku juru panonna ka lebah parahu, jurungkunung ancoanana
diangkat. Waringna dijungjungkeun ka luhur bari digibrig-gibrig. Séah caina nyurulung. Ti dinya mah manéhna teu wanieun deui nempo ka lebah parahu. Nagen bé sajongjongan mah, bari nahan gagang ancoan sina angger ngajungjung. Dadana mah gegebegan, bareng jeung ngerecekna sora cai nu masih nyurulung tina waring anco. Rét kana eusi anco, rada mondoyot. Ditelek-telek rada ayaan. Talina gancang dikenyang, ngarah eusi anco téh arasup kana bubu handapeunana. Kerud téh, gerentes Mang Linta, ari geus wayah kieu karak ayaan.

Karak saenggeus sora kerecek cai jempé, jeung saenggeus gagang anco ditanggeuhkeun, manéhna lalaunan ngalieuk ka lebah parahu. Puguh bé ngaranjug deui Mang Linta téh, lantaran parahu téh geus euweuh ti
tempatna. Horéng geus aya di hilir, rada jauh. Kos diwelah semu rusuh, muru muara.

Mang Linta ngarénghap. Salila-lila manéhna ngajentul baé, bari teu miduli hawa janari nu beuki nyecep.

“ABAH sia, hudang!” ceuk pamajikan Mang Linta, bari ngageubig-geubig awak salakina. Mang Linta teu gancang hudang. Kalah ka ahah-uhuh, bari angger peureum. “Yeuh, hudang! Penting!” pokna deui. “Peuting manéh balik jam sabaraha?” Mang Linta nguliat. Panonna karancam-keureunceum.
Pokna bari rada kerung, “Ku naon kitu?” “Itu batur ribut jurig!”
“Jurig naon?” Mang Linta beuki kerung. “Teuing! Pajar ranggon ancoan urang aya jurigan!” “Diandel teuing, Écih!” ceuk Mang Linta, kos horéam ngajawab, perbawa tunduh nu ngagayot kénéh dina panonna. Manéhna terus hudang, jarugjag-jarigjeug leumpang muru téko dina méja patengahan.

“Itu ceuk urang lélang,” témbal pamajikanana bari angger hariweusweus.
“Kumaha cenah?” ceuk Mang Linta bari angger kos nu horéam ngajawab.
“Ceuk Si Daud mah, Pa Mantri Pulisi nu manggihanana!” “Ah, siah!” curinghak ayeuna mah Mang Linta teh, mata bolotot kos manggih kerud. Panonna mencrong ka pamajikanana.

“Ih teu percaya mah tanyakeun ka ditu!” Bi Écih daria pisan. “Éta manéh jam sabaraha balik?” “Soré kénéh...,” Mang Linta ngabohong. “Cai surut gé aing mah terus balik. Meunang sabaraha on hurang téh?” “Sakilo satengah. Teu kurang teu leuwih!” “Uyuhan meunang gé...,” ceuk Mang Linta bari nyérang ka luar.

Pamajikanana terus baé tatanya. Panasaran okosna mah. Mang Linta mah angger, ngajawabna téh kos nu purun kos nu henteu. Lolobana mah dijawab saliwatan bae, ku ngawadul sawaréh mah. Nempo kitu mah, Bi Écih gé jadi boseneun sorangan.
“Malem naon peuting téh?” Mang Linta api-api. “Juma’ah!” témbal pamajikanana. “Pantes rék aya jurig gé!” ceuk Mang Linta bari ngagoloyoh ka luar.

Enya bé, barang ku Mang Linta dipapaykeun ka RT, nu manggihan jurig téh cenah Pa Mantri Pulisi. Lengkepna mah dongéng nu manggihan jurig téh kieu. Pa Mantri peuting éta ngersakeun mancing di kali. Malah cenah
hayang di tengah mancingna téh. Ka RT ménta disadiakeun parahu. Mancingna dibarengan ku upas kacamatan. Tah, waktu keur anteng mancing di tengah téa, ujug-ujug aya nu ngajurungkunung ti jero cai, di
ranggon ancoan nu teu jauh ti dinya.

Salila ngadéngékeun, reuwas aya hayang seuri aya Mang Linta téh.
“Enyaan duaan jeung upas mancingna?” pokna ka RT. “Apan aing mah nyaksian pisan koloyongna?” témbal RT. “Naha RT teu milu maturan atuh?”
“Ngajakan mah ngajakan Pa Mantri téh,” ceuk RT bari ngabéléhém, “Tapi pan aing kudu ka nu kolot, Linta. Teu dikiliran mah meureun ngamuk...”

PEUTINGNA deui, cara sasarina, Mang Linta turun deui ka kali, rék nganco. Rét ka ranggon-ranggon ancoan nu séjén, angger paroék. Teuing mémang ngambeu galagat keur euweuh hurang, teuing kapangaruhan ku dongéng jurig peuting tadi. Nu écés, Mang Linta teu wanieun ieuh betus ka nu séjén ngeunaan kasaksiaanana peuting tadi. Mana komo barang nyaho mun nu dina parahu téh Pa Mantri Pulisi.

Cara peuting tadi, hurang téh euweuhan bae. Tapi Mang Linta teu putus harepan, terus bé nagen. Ras inget kana angkatan nu panungtungan peuting tadi, geuning rada mondoyot. Boa enya, hurang téh ayaanana ka
janarikeun, mun cai geus malik surut ka hilir. Sial, peuting tadi kasaréan.

Tengah peuting, geus kareureuwasan deui Mang Linta téh. Ti hilir aya deui parahu nu ngadeukeutan ranggonna. Malah ayeuna mah teu buang jangkar, tapi tuluy ka kolong ranggon. Teu lila gé nu ngawelahna
nyalukan. “Mang Linta...?” cenah, rada halon, sada awéwé.

Puguh bé Mang Linta téh ngadégdég. Bulu pundukna tingpuringkak. Beuki ratug baé dadana barang kadéngé aya nu nérékél naék kana ranggonna. Lol nu naék téh beungeutna kacaangan ku lampu gantung. Lipenna mani burahay.

“Dédéh...?” ceuk Mang Linta, barang mireungeuh nu datang téh pamajikan RT nu ngora. Dédéh kalah nyéréngéh. Mang Linta sawan kuya. “Rék naon manéh peuting-peuting kieu?”

“Beubeunangan tadi peuting?” témbal Dédéh, kalah malik nanya. “Kuatan, mani nepi ka subuh,” pokna deui, bari gék seselepét milu diuk dina ranggon. Pagégéyé. Mang Linta samar polah. Komo barang Dédéh némpélkeun biwirna kana ceulina bari ngaharéwos, “Ulah bébéja ka sasaha nya!” cenah. (Darpan a.w)


 diambil dari : internet